Ikatan Mahasiswa Jurnalistik ITSB | IMAJI-ITSB

Cerpen

           Di perempatan jalan, dekat sebuah tugu taman kota terlihat keramaian aktifitas malam disana, dengan gemerlap lampu taman kota yang menyinari para penjual dagangan di dekat trotoar jalan. Gemerlap kota sangatt terasa sekali disana. Di sudut lamunanku malam ini, dengan rokok di tangan kananku dan dandanan anak jalanan yang aku gunakan. Ku hirup rokok dimalam dingin ini, sungguh terasa nikmat, melupakan sejenak permasalah yang aku hadapi pada sore hari tadi. Sore tadi aku bertengkar dengan dengan kedua orangtuaku karena suatu permasalahan, pertengakaran ini membuat aku kabur dari rumah dan hidup telantar di jalanan malam ini. Awal pertengkaran itu terjadi karena aku memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan sekolahku, karena aku sangat merasa bosan untuk melqnjutkan pendidikanku. Keputusanku ini sangat ditentang oleh orang tuaku, apalagi ayahku dia sangat marah besar ketika aku mengutarakan maksud diriku tersebut. Apalagi aku adalah anak satu-satunya di keluargaku. Dengan keputusan tekad aku akan tetap untuk berhenti sekolah dan aku melarikan diri dari rumah menuju kehidupan jalanan malam dikotaku.
            Tak terasa sudah 3 batang rokok kuhabiskan malam ini dan tak ada lagi rokok yang tersisa dibungkus roko yang aku genggam. Kemudian kuberjalan menyusuri jalanan kota untuk mencari tempat untuk bermalamku pada malam ini, kususuri gang demi gang dan tak ada kutemukan tempat untuk bermalam, pada akhirnya aku menemukan sebuah ruangan yang kosong disalah satu gedung tak terpakai disamping gedung perbelanjaan, aku memasuki ruangan tersebut, suasana ruangan tersebut sedikit berdebu dan banyak kertas karton di sudut ruangannya. Kuambil kertas karon tersebut untuk dijadikan tikar untuk tidurku malam ini. Aku berbaring diatas kertas karton di ruangan berdebu tersebut, dan tak memperdulikan bila ayahku mencariku di jalanan kota di malam hari dingin ini. Fikiranku terhenti dan aku terlelap dengan pulas menahan dinginnya malam ini.
            Kuterbangun dari tidurku yang pulas ketika aku mendengar suara ramai didepan gedung, keramaian pedagang yang berjualan, terasa lapar perutku dan kubangkitkan tubuhku untuk mencari makanan pada pagi hari ini, kumasukkan tanganku ke kantong celananku berharap ada lembaran uang yang masih ada di kantong celanaku, aku menahan nafas ketika tak ada satupun lembaran uang yang didalam kantung celanaku, perutku terasa lapar sekali, bagaimana aku bisa aku makan pada hari sedangkan aku sendiri tidak mempunyai uang untuk membelikan makan, bisikku didalam hati. Terbesit sebuah ide didalam fikiranku, aku harus bekerja untuk mendapatkan uang agar aku bisa makan pada hari ini. Kuberjalan menyusuri toko-toko untuk mencai sebuah pekerjaan dan aku tawari tenagaku untuk bekerja apa saja disana, Kudapati sebuah pekerjaan disalah satu tokoh distributor beras untuk mengangkut kantung-kantung beras kepada pembeli, sungguh berat kantung beras itu, apalagi ditambah aku tidak makan pagi tadi membuatku terasa sangat pusing sekali, kupaksa tubuhku agar kuat, untuk mendapatkan uang pada hari ini agar aku bisa makan.
            Jam sudah menunjukkan untuk waktu makan siang akan tetapi aku juga belum bisa makan karena tidak adanya uang yang aku miliki, upah yang aku terima dari bekerja mengangku t beras bisa diterima pada sore hari nanti. Kutahan rasa laparku yang sangat untuk bertahan hingga sore nanti ketika upahku sudah dibayar. Sangat pusing sekali kepalaku, aku beristirahat sebentar di kursi yang terbuat dari kayu yang terletak disamping toko tempat aku bekerja, aku istirahatku sejenak untuk menyegrkan badanku dan mendapatkan kembali tenaga. Setelah 10 menit beristirahat, aku kembali bekerja. Berkarung-karung beras yang kuangkat dan kumasukkan kedalam mobil pembeli, tak terasa hari siang telah berganti sore. Saat dimana aku menerima uang hasil bekerjaku pada pada hari ini, pemilik toko memberikan uang lembaran 50.000 kepadaku, sangat bersyukur bisa mendapatkan uang agar aku bisa makan pada hari ini, aku mengatakan kepada kepada pemilik toko, apakah besok hari aku bisa kembali bekerja di toko miliknya, dan pemilik toko mengatakan dengan senang hati bila aku bekerja di tokonya.
            Malam ini terasa damai sekali, kegembiraan yang kurasakan karena aku bisa mendapatkan uang dari hasil jerih payahku agar aku bisa makan mengisi perutku yang kelaparan yang belum makan semenjak pagi tadi. Kuberjalan diatas trotoar jalanan yang ditimpa lampu taman kota yang menyinari, kumencari warung tegal yang murah didekat sana, agar aku bisa berhemat supaya besok pagi aku dapat sarapan pagi dari sisa hasil bekerjaku pada hari ini. Tidak beberapa lama berjalan, di dekat persimpanagan jalan di bawah pohon akasia disamping gedung-gendung penjual pakaian, kumelihat sebuah warung tegal. Dengan sigap aku hampiri warung tegal tersebut. Kumemesan nasi dengan lauk ikan dan syur kangkung ditambah dengan teh manis hangat yang mengisi perutku yan g lapar pada malam hari ini, kumakan dengan lahapnya. Uangku yang tersisa masih cukup untuk sarapanku pada esok hari hari, dengan perut kekenyangan keberjalan menuju gedung yang tidak terpakai tempat aku melindungi diri dari dinginnya malam.
            Sudah tiga hari aku bekerja di toko tersebut, dengan keringat yang menetes setiap harinya demi selembar uang lima puluh ribuan agar bisa membeli makanan di perjalanan pelarianku dari rumah, termenung diriku sendiri pagi ini dengan keputusan yang telah aku buat, apakah keputusanku telah bulat untuk berhenti mengikuti pendidikan di bangku sekolah, bagaimana keadaanku di masa depan karena dampak dari keputusanku ini. Banyak mereka yang putus sekolah lalu bekerja sebagai buruh angkut seperti pekerjaan yang aku alami sekarang, untuk menyambung kehidupanku sendiri memang cukup dari hasil bekerjaku sebagai buruh angkut, akan tetapi aku meyakini untuk membangun rumah tangga pastilah tidak akan cukup, bisikku didalam hati. Lamunanku terhenti karena suara anak bayi yang menangis di samping gedung tempat aku bermalam, aku keluar dari gedung dan melihat apa yang terjadi, kudapati seorang anak kecil yang menangis di pangkuan ibunya, kutak tau kenapa anak itu menangis dengan kerasnya, mungkin saja itu hal yang wajar menurutku bila anak kecil menangis dengan kerasnya, akan tetapi ada suatu keanehan yang aku rasakan, kulihat anak itu begitu kurus bila dibandingkan anak seusianya. Kudekati perempuan yang menggendong bayi itu, lalu kusapa dengan ramah d perempuan itu dan bertanya perihal kenapa sebenarnya anak itu menangis. Jawaban dari perempuan itu sangat membuatku terkejut, perempuan itu mengatakan bahwa ia dan sekeluarga sudah dua hari tidak makan karena mereka tidak memiliki uang untuk membeli makanan, dan ayah mereka sedang menjual sepeda yang mereka miliki sebagai harta satu-satunya yang paling berharga demi dapat membeli makanan untuk anak mereka, aku terhanyut terbawa perasaan karena mendengar cerita perempuan itu, kulangkahkan kakiku menjauh dengan perasaan yang terasa sangat sedih yang kurasakan, kurogoh saku celanaku dan ada selembar uang dua puluh ribuan yang kudapati didalamnya, sebenarnya uang tersebut akan kugunakan untuk sarapan pagiku hari ini, karena merasa kasihan dengan anak kecil yang digendong perempuan yang aku temui pagi tadi, akhirnya aku merelakan uang dua puluh ribuanku untuk membeli makanan untuk anak kecil tersebut. Kumencari rumah makan yang sudah buka pada pagi hari, dan kudapati rumah makan Padang tidak jauh dari tempat aku berdiri.
           

0 komentar:

Posting Komentar